Banda Aceh – Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Dr. Muhammad Yasar, S.TP., M.Sc mengajak Indonesia dan Malaysia agar sama-sama memperkuat ketahanan pangan nasional dengan jalan salah satunya adalah melalui mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan lahan sawah produktif.
Menurut Yasar dalam kurun waktu satu dekade ini Indonesia terus berkutat menanggulangi ancaman konversi lahan dari sawah produktif menjadi lahan pengembangan di luar sektor pertanian.
Meski tidak semasif yang terjadi di Indonesia, Malaysia juga turut mengalami masalah yang sama karena memang telah menjadi konsekuensi logis dari pesatnya aktivitas pembangunan.
Hal tersebut disampaikan Yasar yang merupakan Ketua Lembaga Kajian Pembangunan Pertanian dan Lingkungan (LKPPL) saat menjadi pembicara tunggal di Forum Wacana Lestari Universiti Kebangsaan Malaysia, pada Rabu, 20 Maret 2024.
Menurut Yasar, faktor utama penyebab konversi lahan tersebut adalah karena proses pemanfaatan lahan yang terlalu berorientasi ekonomi.
“Jika dilihat dari land rent ratio-nya, pemanfaatan lahan untuk sawah jauh lebih kecil dibandingkan dengan pemanfaatan yang lain. Contoh sawah dengan perumahan 1:622, sawah dengan industri 1:500, sawah dengan pariwisata 1:14 sawah dengan hutan produksi 1:2,6 dan seterusnya, sehingga dalam kompetisi penggunaan lahan jelas sawah tidak ada apa-apanya dibanding penggunaan lainnya. Jadi wajar akhirnya sawah dikonversikan kepada keperluan yang lebih menguntungkan,” ungkap Yasar.
Padahal menurut Ketua Majelis Pengurus Wilayah Pemuda Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (MPW Pemuda ICMI) Aceh itu, sawah memiliki multifungsi yang nilainya belum terukur sebagaimana fungsi ekonomi.
Selain sebagai sarana untuk memproduksi padi yang mempengaruhi ketahanan pangan, sawah juga memiliki fungsi sosial dan lingkungan.
Konversi lahan sawah dapat menyebabkan petani kehilangan mata pencaharian. Tentu ini ancaman besar bagi golongan yang tidak memiliki pilihan skill yang lain. Mayoritas penduduk kita merupakan petani dan mayoritas petani adalah pesawah. Hingga saat ini petani masih dipandang sebagai penyumbang angka kemiskinan tertinggi.
Sering pula kita mengabaikan peran penting sawah dari aspek lingkungan. Sawah merupakan kawasan tangkapan air hujan yang dapat mengendalikan kelebihan dan kekurangan air.
“Curah hujan yang turun ditampung dan diserap oleh tanah sehingga tidak meluap sebagai banjir. Inilah mengapa kalau kita lihat di daerah -daerah perkotaan begitu hujan langsung banjir dan begitu kemarau langsung kekeringan akibat airnya tidak tersimpan di dalam tanah secara baik,” ujar Yasar.
Forum Wacana Lestari tersebut diikuti oleh para sivitas dan alumni, serta dibuka oleh Direktur/Pengarah Institut Alam Sekitar dan Pembangunan Universiti Kebangsaan Malaysia, Prof. Madya. Goh Choo Ta dan dipandu oleh moderator Follow Penyelidik, Pusat Kajian Bencana Asia Tenggara (Seadpri) Lestari UKM, Dr. Aida Soraya Shamsuddin.***