Pilkada dan Nasib Petani
Pilkada dan Nasib Petani


Oleh Muhammad Yasar

“Selama petani masih menjadi komoditas politik, selama itu pula ia tidak akan pernah maju dan sejahtera.”

TAK dapat dipungkiri bahwa hingga hari ini petani masih menjadi salah satu isu paling seksi untuk diangkat dalam setiap kontes kepemiluan di Indonesia, baik di peringkat Nasional maupun skala lokal di daerah. Setidaknya ada dua alasan mengapa demikian: Pertama, petani masih mendominasi daftar pemilih, dan; Kedua, dunia petani memang dipenuhi banyak masalah, mulai dari himpitan kemiskinan, sarang kebodohan, hingga isu keterbelakangan dan kerentanan.

Kedua alasan tersebut tentunya bermuara kepada satu tujuan, yaitu bagaimana meraih simpati dan meraup suara sebesar-besarnya untuk mendapatkan legitimasi pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat yang kita kenal dengan sebutan demokrasi.

Dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh yang akan digelar pada 15 Februari 2017 mendatang, penulis berusaha menakar tingkat keberpihakan setiap pasangan calon (paslon) yang akan dimenangi terhadap nasib petani dan sektor pertanian secara umum. Untuk mengukur ini, instrumen paling sederhana yang dapat dijadikan sebagai indikator adalah penggunaan kata kunci “ petani” atau “pertanian” yang dipaparkan baik dalam bentuk tertulis berupa visi dan misi maupun janji-janji oral yang disampaikan dalam setiap aktivitas kampanye. Walaupun kita sama-sama tidak bisa menjamin tentang bagaimana aplikasi dan implementasinya ke depan, namun setidaknya benang merah itu telah ada.

Pembangunan pertanian
Menurut definisinya, visi dapat diartikan sebagai pandangan jauh ke depan, sedangkan misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan dalam rangka mewujudkan visi. Selanjutnya visi dan misi ini diintepretasikan dalam bentuk program-program kerja unggulan untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan, dalam hal ini pembangunan petani dan pertanian seutuhnya.

Dari ke enam paslon yang bertarung, secara tersurat paslon Nomor Urut 1, Tarmizi A Karim - T Machsalmina Ali tidak menggunakan kata kunci petani atau pertanian dalam pesan visi dan misinya. Namun secara tersirat memuat istilah pembangunan berbasis agroindustri sebagai satu program unggulannya. Dalam perkembangannya kemudian paslon ini justeru paling gencar menyosialisasikan program-program pro petani seperti adanya asuransi bagi petani, bantuan saprodi. Bahkan, yang paling menarik adalah mereka langsung berbaur bersama petani di beberapa tempat dalam kegiatan bersawah seperti menanam padi dan membagi-bagikan pupuk secara gratis.

Kita bahkan tidak menemukan pernyataan tersurat maupun tersirat secara konseptual terkait kata kunci di atas dalam visi dan misi paslon Nomor Urut 2, Zakaria Saman - T Alaidinsyah. Namun paslon yang lebih dikenal dengan sebutan “Apa” ini populer dengan salah satu bahasanya yang viral, yaitu yang peunteng throe prut (yang penting kenyang perut). Walau secara tematik belum dapat dikategorikan sebagai kalimat yang mengandung arti tentang keberpihakan paslon yang terkenal kocak ini terhadap sektor pertanian dan petani tetapi setidaknya makna yang berkaitan dengan isi perut ini telah mengisyaratkan tentang pentingnya peran petani dan pertanian itu sendiri, terutama dalam hal pemenuhan pangan masyarakat.

Berbeda dengan dua paslon sebelumnya, paslon Nomor Urut 3, Abdullah Puteh - Sayed Mustafa Usab atau dikenal dengan nama “Alsafa” merupakan paslon yang secara istimewa menempatkan istilah revolusi pertanian dalam visi dan misinya. Kata revolusi menggambarkan adanya sebentuk perubahan fundamental yang ingin diwujudkan berkaitan dengan pembangunan pertanian. Untuk merealisasikannya program intensifikasi pertanian rakyat sekaligus meningkatkan peluang berusaha dan peluang bekerja ditempatkan sebagai salah satu program unggulan.

Sementara itu paslon Nomor Urut 4 yang merupakan calon petahana, Zaini Abdullah - Nasaruddin menyentuh kata kunci ini secara tersirat dengan istilah ekonomi pedesaan yang jika diterjemahkan secara lebih rinci akan memperlihatkan hubungan erat dengan petani selaku masyarakat yang umumnya tinggal dan hidup di pedesaan. Paslon yang menyingkat namanya dengan “Azan” ini meletakkan kemandirian ekonomi terpadu sebagai satu program unggulannya.

Paslon Nomor Urut 5, Muzakir Manaf - TA Khalid atau terkenal dengan singkatan “Pang 5” turut menempatkan kata kunci pertanian dan kedaulatan pangan dalam penyajian visi dan misi tertulisnya. Paslon hasil perkawinan parlok dan parnas ini akan mempercepat pembangunan infrastruktur dasar dan penunjang untuk mewujudkan kedaulatan pangan serta memperkuat struktur ekonomi dengan fokus pada pengembangan sektor pertanian dan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan hasil-hasil pertanian berbasis agro industri. Jika ketahanan pangan itu hanya sekadar bahan pangan itu ada tapi dari mana ia berasal tidak jadi soal, maka kedaulatan pangan berarti bahan pangan itu diproduksi sendiri dan mampu menguasai pasar baik di dalam maupun di luar provinsi.

Sedangkan paslon terakhir dengan Nomor Urut 6, Irwandi Yusuf - Nova Iriansyah menyampaikan dalam visi dan misi tertulisnya, yaitu menjamin kedaulatan dan ketahanan pangan yang berimplikasi terhadap kesejahteraan petani dan nelayan melalui peningkatan dan produktivitas dan nilai tambah hasil pertanian dan kelautan. Misi ini akan direalisasikan lewat program unggulan “Aceh Meulaot dan Meugoe” (Aceh nelayan dan petani).

Tak pernah sejahtera
Dari penelusuran kata kunci tersebut di atas, walau tidak sepenuhnya minimal terdapat sedikit gambaran yang mewakili keberpihakan paslon terhadap petani dan pertanian. Perlu diingat dan digarisbawahi bahwa selama petani masih menjadi komoditas politik, selama itu pula ia tidak akan pernah maju dan sejahtera. Pengalaman membuktikan bahwa sebenarnya persoalan yang dihadapi oleh sektor pertanian ini berkisar yang itu-itu saja. Nyaris tidak ada perbedaan sama sekali, mulai dari berdirinya bangsa ini hingga sekarang. Padahal hampir di setiap pesta demokrasi disuarakan, hampir di setiap wacana pula diperjuangkan, namun petani tetap seperti itu, tidak berdaya oleh pasar, lemahnya serapan teknologi, kurangnya inovasi, tidak adanya akses permodalan, sempitnya kepemilikan lahan, rentan dengan risiko, dan segudang persoalan lain yang memerlukan perhatian superserius dari para pemimpinnya.

Pemimpin harapan petani tentunya bukan hanya mampu memformulasikan kebijakan, tetapi juga mampu mengimplementasikannya dalam bentuk program kerja yang ril, bukan sekadar janji atau jargon yang katanya demi untuk kesejahteraan petani. Satu yang pasti, sejahteranya petani berarti sejahteralah mayoritas masyarakat kita, karena lebih dari separoh mereka adalah petani. Bukan hanya itu, kesejahteraan petani juga merupakan lambang kemakmuran negeri yang berarti tercukupinya kebutuhan akan pangan, sandang dan papan masyarakat sebagai fungsi utama kaum tani dan pertanian itu sendiri.

* Dr. Muhammad Yasar, S.TP., M.Sc., Dosen Program Studi Teknik Pertanian Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Darussalam, Banda Aceh. Email: yasar.unsyiah@gmail.com



Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Pilkada dan Nasib Petani, https://aceh.tribunnews.com/2017/02/07/pilkada-dan-nasib-petani.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *