Impor Beras, No Way
Impor Beras, No Way

Sehingga jangan heran jika melihat penjual tempe lebih menjamur dari pengusaha tempe apalagi dari penanam kedelai sebagai bahan bakunya. Dan ini dipandang normatif sebagai karakter milenial yang memiliki kecenderungan pada dunia serba online. Akhirnya pertumbuhan pengusaha pertanian juga stunting karena yang dikejar hanya program berbasis output bukan outcome.

Riset-riset guna peningkatan inovasi dan teknologi pertanian belum sepenuhnya diterapkan sebagaimana niat mulianya baik dari segi pelaksanaan apalagi implementasinya. Petani tetap saja kukuh dengan kenyamanan teknologi tradisionalnya, sementara ilmuwan sibuk mengirim temuannya ke jurnal asing yang berkualifikasi dan bereputasi. Setelah diadopsi dan diimplementasi sebagai kemajuan di negara luar, baru kita introduksi kembali ke dalam. Sehingga budaya mengekor kemajuan terus meneruskan kita praktikkan dalam siklus kehidupan bangsa kita.

Saatnya bertransformasi

Sebagai bangsa yang sejak dini mengklaim diri sebagai negara agraris terbesar di dunia, sejatinya kita mampu mengembalikan fokus dan lokus kita pada sektor pertanian yang memiliki tupoksi utama dalam penyediaan dan pemenuhan pangan. Pertanian harus kembali menjadi jati diri utama bangsa. Kita harus malu kepada Vietnam dan Myanmar yang di era Orde Baru menumpang makan sekarang justru menjadi di antara pemberi makan bagi negara kita.

Kecuali memang kita sudah tidak memiliki harga diri membiarkan hajat dasar dikuasai orang lain tanpa memiliki alasan uzur sama sekali.

Kebijakan berani stop impor beras harus dipercaya mampu menstimulus peningkatan produksi pertanian pangan dalam negeri. Ibarat sebuah penaklukan perang, kapal-kapal armada pengangkut para tentara harus dibumihanguskan ketika tiba di medan tempur.

Sehingga para pasukan tempur tidak memiliki jalan untuk kembali, mundur atau lari selain bertempur dan memenangkannya. Demikian pula dengan kebijakan impor beras, bedanya petani sebagai tentaranya bukan hanya dijebak dalam tanggung jawab besar melainkan diikuti dukungan penuh dari pemerintah yang pro.

Selama ruang impor masih terbuka dan dijalankan serta dijadikan sebagai strategi alternatif ketahanan pangan dalam negeri, selama itu pula kita tidak akan memiliki stimulan yang efektif dalam memerdekakan diri dari ketergantungan terhadap para importir.

Sudah saatnya petani subsisten yang hanya berorientasi pemenuhan kebutuhan makan keluarga dialihkan menjadi petani pengusaha yang memasarkan hasil produksi secara komersil dengan mengincar pasar potensial dalam dan luar negeri. Dan negara kita pun bertransformasi dari negara pengimpor ke pengekspor beras raksasa penyuplai utama bahan makanan dunia. Mulai sekarang mari kita berazam dengan mengatakan “no way” pada impor beras, semoga!

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Impor Beras, No Way, https://aceh.tribunnews.com/2023/07/24/impor-beras-no-way?page=2.

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *